Minggu, 01 Februari 2015
PERSAMAAN ARRHENIUS
JUDUL PERCOBAAN
Persamaan Arrhenius dan Energi Aktivasi
TUJUAN PERCOBAAN
Mahasiswa diharapkan mampu:
menjelaskan hubungan antara laju reaksi dengan temperatur; dan
menghitung energi aktivasi (Ea) menggunakan persamaan Arrhenius.
LANDASAN TEORI
Reaksi-reaksi kimia berlangsung dengan kecepatan yang beraneka ragam. Ada reaksi yang lambat dan ada pula reaksi yang cepat. Perkaratan besi, reaksi-reaksi kimia dalam tubuh, dan reaksi antara bahan cat dengan oksigen merupakan contoh reaksi yang berlangsung lambat. Reaksi antara larutan asam dan basa atau reaksi pembakaran campuran bensin dan udara di dalam mesin kendaraan bermotor merupakan contoh reaksi yang sangat cepat (Tim Penyusun Kimia ; 1992 ; 60).
Kecepatan mempunyai hubungan dengan selang waktu. Apabila waktu yang diperlukan singkat, berarti kecepatannya besar, sebaliknya jika selang waktunya panjang, dikatakan bahwa kecepatannya kecil. Jadi, kecepatan berbanding terbalik dengan waktu. Reaksi kimia menyatakan perubahan suatu zat menjadi zat lain, yaitu perubahan suatu reaksi menjadi hasil reaksi. Perubahan ini dinyatakan dalam sebuah persamaan reaksi (Tim Penyusun Kimia ; 1992 ; 60).
Laju didefinisikan sebagai perubahan konsentrasi per satuan waktu. Satuan yang umum adalah mol dm. Umumnya laju reaksi meningkat dengan meningkatnya konsentrasi dan dapat dinyatakan sebagai:
Laju ≈ f(C1, C2,...Ci)
Laju = k f(C1, C2,...Ci)
dimana k adalah konstanta laju, juga disebut konstanta laju spesifik atau konstanta kecepatan, (C1, C2,...Ci) adalah konsentrasi dari reaktan-reaktan dan produk-produk (Dogra ; 2008 ; 622).
Laju reaksi akan sebanding dengan pangkat konsentrasi spesies reaktan yang terlibat dalam penentuan jalannya reaksi atau reaksi. Untuk menyatakan hubungan tersebut secara matematis dapat dinyatakan dengan persamaan laju reaksi (Yateman Aryanto ; 2008; 22).
Menurut Suparni (2009), faktor-faktor yang memengaruhi kecepatan reaksi:
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh ukuran partikel/zat.
Semakin luas permukaan maka semakin banyak tempat bersentuhan untuk berlangsungnya reaksi. Luas permukaan zat dapat dicapai dengan cara memperkecil ukuran zat tersebut.
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh suhu
Semakin tinggi suhu reaksi, kecepatan reaksi juga akan makin meningkat sesuai dengan Arrhenius.
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh katalis
Adanya katalisator dalam reaksi dapat mempercepat jalannya suatu reaksi. Kereaktivan dari katalis bergantung dari jenis dan konsentrasi yang digunakan.
Jika logaritma suatu tetapan kecepatan yang diukur digambarkan terhadap kebalikan dari temperatur absolut, biasanya ditemukan bahwa titik-titik itu sangat berdekatan tempatnya pada garis lurus dengan kemiringan negatif. Pada sebarang temperatur T kemiringan itu dipakai untuk menentukan energi aktivasi Arrhenius Ea, dengan hubungan:
(d lnk)/(d (1/T) )= -Ea/R
atau
(d lnk)/(d T)= Ea/(R T^2 )
dan tentu, jika keniringannya konstan, Ea konstan. Untuk reaksi kebalikannya, yang tetapan kecepatannya k’, enrgi aktivasi yang bersesuain dengan Ea’ diberikan oleh:
(d lnk')/(d T)= Ea'/(R T^2 )
(Kenneth Denbigh ; 1980 ; 530-531).
Dalam ilmu kimia, energi aktivasi merupakan sebuah istilah yang diperkenalkan oleh Svante Arrhenius, yang didefinisikan sebagai energi yang harus dilampaui agar reaksi kimia dapat terjadi. Energi aktivasi dapat juga diartikan sebagai energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi kimia tertentu dapat terjadi. Energi aktivasi sebuah reaksi biasanya dilambangkan sebagai Ea, dengan satuan kilo joule per mol (Anonim ; 2010).
Pengamatan empiris menemukan bahwa banyak reaksi mempunyai konstanta laju yang mentaati persamaan Arrhenius:
lnk=ln〖A-〗 Ea/(R T)
Reaksi orde pertama A/s- Ea/kJ mol-
CH3NC CH3CN 3.98 × 1013 160
2 N2O5 4 NO2 + O2 4.94 × 10 13 103.4
Reaksi orde kedua A/s- Ea/kJ mol-
OH + H2 H2O + H 8 × 1010 42
NaC2H5O + CH3I dalam etanol 2.42 × 1011 81.6
Jadi banyak reaksi, ternyata grafik antara ln k terhadap 1/T menghasilkan garis lurus. Persamaan Arrhenius sering dituliskan sebagai:
k=A e^(-Ea/RT)
A disebut faktor praeksponensial dan Ea adalah energi pengaktivan. Secara bersamaan, keduanya disebut parameter Arrhenius reaksi, dan beberapa nilai eksperimen diberikan dalam tabel di atas (Atkins ; 1997 ; 345-346).
Menurut Jim Clark (2004), persamaan Arrhenius digambarkan sebagai berikut:
k=A e^(-Ea/RT)
Arti dari berbagai simbol di atas:
Temperatur atau suhu, T
Agar berlaku dalam persamaan, suhu harus diukur dalam kelvin.
Konstanta atau tetapan gas, R
Tetapan ini datang dari persamaan, PV = nRT, yang berhubungan dengan tekanan, volume, dan suhu dalam jumlah tertentu dari mol gas.
Energi aktivasi, Ea
Ini merupakan energi minimum yang diperlukan bagi reaksi untuk berlangsung. Agar berlaku dalam persamaan, kita harus mengubah menjadi satuan joule per mol, bukan kJ/mol. e adalah harga satuannya adalah 2.71828.
Ekspresi, e
Ekspresi ini menghitung fraksi dari molekul yang berada dalam keadaan gas dimana memiliki energi yang sama atau lebih dari energi aktivasi pada suhu tertentu.
Faktor frekuensi, A
A merupakan istilah yang meliputi faktor seperti frekuensi tumbukan dan orientasinya. A sangat bervariasi bergantung pada suhu walau hanya sedikit. A sering dianggap sebagai konstanta pada jarak perbedaan suhu yang kecil.
Suatu reaksi dapat terjadi bila energi yang diperoleh selama tumbukan tersebut berhasil melewati energi aktivasi (Ea). Tumbukan terjadi antara dua molekul yang berbeda, misalnya A dan B (reaksi bimolekuler), energi penghalang A dan B membentuk kompleks aktif (Tim Dosen Kimia Fisik II ; 2010 ; 6).
ALAT DAN BAHAN
Alat
Tabung reaksi 20 buah
Rak tabung reaksi 2 buah
Termometer 100oC dan 110oC, masing-masing 3 buah
Statif dan klem
Gelas kimia 250 mL, 2 buah
Pipet tetes
Labu semprot
Pembakar spiritus
Kaki tiga dan kasa asbes
Stopwatch
Gelas ukur 100 mL
Gelas ukur 10 mL 4 buah
Neraca analitik
Sendok
Batang pengaduk
Gelas kimia 800 mL
Botol semprot
Bahan
Aquadest (H2O)
Larutan (NH¬4)2S2O8 0.04 M
Larutan KI
Larutan Na2S2O3 0.04 M
Amilum 3%
Tissu
Korek api
Label
CARA KERJA
Pembuatan larutan kanji 3%
Menimbang 3 gram tepung kanji
Melarutkan tepung kanji tersebut ke da;am 100 mL air panas/mendidih
Mengaduk larutan tersebut sampai semua larut
Penentuan energi Akivasi (Ea)
Menyediakan 20 buah tabung reaksi bersih
Memasukan 5 mL S2O8-2 0.04 M dan 5 mL H2O ke dalam tabung reaksi 1 pada sistem I
Memasukkan 10 mL larutan KI, 1 mL s2O32- 0.04 M, larutan kanji 3% pada tabung 2 dengan suhu 70oC untuk sistem I
Mencampurkan isi kedua tabung reaksi dengan cara memasukkan isi tabung reaksi larutan 1 ke larutan 2
Menuangkan kembali ke tabung 1 secepat mungkin
Menjalankan stopwatch dan mengukur waktu yang diperlukan campuran hingga tampak warna biru
Mengulangi prosedur 2 dan 3 untuk suhu 60oC, 50oC, 40oC, dan 30oC
Untuk sistem II, mengukur 7 mL S2O32- 0.04 M dan 3 mL H2O, pada tabung suhu dengan suhu 70oC
Untuk tabung 2 pada sistem II, mengukur 2 mL H2O, 8 mL larutan KI, 1 mL larutan kanji 3%, dan 1 mL larutan S2O32- 0.04 M pada suhu 70oC
Mengulangi prosedur 4-7
HASIL PENGAMATAN
Sistem I
Suhu Campuran/oC Waktu Reaksi/detik Suhu rata-rata/oC 1/T/K^-
×10-3 ln 1/T
60 120 3210,5 3.12 -4.8
50 290 314.5 3.18 -5.7
40 384 307 3.26 -5.9
30 791 301.5 3.311 -6.7
20 973 301 3.32 -6.8
Siatem II
Suhu Campuran/oC Waktu Reaksi/detik Suhu rata-rata/oC T/K 1/T/K^-
×10-3 ln 1/T
60 194 52.5 325.5 3.0 -5.3
50 251.5 46.5 319.5 3.1 -5.5
40 5011.5 38.5 311.5 3.2 -6.2
30 848 31.5 304.5 3.3 -7.7
20 2107.5 24.5 297.5 3.4 -7.6
ANALISIS DATA
Berdasarkan Teori
ln k_2 = ln A -Ea/RT_2
ln k_2 = ln A -Ea/RT_1
ln k_2-ln〖k_1 〗 = -Ea/RT_2 + Ea/RT_1
Sistem I
Untuk Ea dan ln A secara grafik
-Ea/R=tanθ
-Ea/R=(y_2-y_1)/(x_2-x_1 )
-Ea/R=(-4.8- (-6.8))/(3.2-3.12)
=(-4.8)/0.20
= 10
- Ea=tanθ ×R
- Ea=10 × 8.314 J/mol
-Ea=83.14J/mol
Untuk T1 = 60 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-4.8- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 320.5 k)
lnA=-4.8 + 0.0312
Ln A =-44.7688
Untuk T2 = 50 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-5.7- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 314.5 k)
lnA=-5.7 + 0.0318
Ln A =-5.6682
Untuk T3 = 40 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-5.9- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 307 k)
lnA=-5.9 + 0.0326
Ln A =-5.8674
Untuk T4 = 30 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-6.7- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 301.5 k)
lnA=-6.7 + 0.0332
Ln A =-6.667
Untuk T5 = 20 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-5.9- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 307 k)
lnA=-5.9 + 0.0326
Ln A =-5.8674
Untuk T4 = 30 oC
Ln k = ln A - □(Ea/RT)
Ln〖A 〗= ln k - □(Ea/RT)
lnA =-4.8- (83.14 J/mol)/(8.314 J/mol. 320.5 k)
lnA=-4.8 + 0.0312
Ln A =-4.7688
ln k_2/k_1 = -Ea/R (1/T_2 - 1/T_1 )
〖ln 〗□((- 4.8)/(- 5.7))=-Ea/(8.314 J/mol K) (1/320- 1/314.5) K^-
0.172 =-Ea/(8.314 J/mol) (5.952 ×〖10〗^(-5) )
Ea_1=-(0.172 x 8.314 J/mol)/(5.952 ×〖10〗^(-5) )
-Ea_1=-(1.430 J/mol)/(5.952 ×〖10〗^(-5) )
Ea_1= - 24025.5J/mol
Sistem I
Ea1
ln k_2/k_1 = -Ea/R (1/T_2 - 1/T_1 )
-5.274-(-5.2678)=-Ea/(8.314 J/mol K) (1/319.5- 1/325.5) K^-
-0.2596 =-Ea/(8.314 J/mol) (0.057 ×〖10〗^(-3) )
-Ea_1=-(2.1583 J/mol)/((0.057 ×〖10〗^(-3) ) )
-Ea= -37865.165 J/mol
Ea=37.865 kJ/mol
Ea2
ln k_3/k_2 = -Ea/R (1/T_3 - 1/T_2 )
-6.2176-(-5.274)=-Ea/(8.314 J/mol K) (1/311- 1/319.5) K^-
-0.6902 =-Ea/(8.314 J/mol) (0.081 ×〖10〗^(-3) )
-Ea_2=-(5.7383 J/mol)/((0.081 ×〖10〗^(-3) ) )
〖〖-Ea〗_2〗^ =70843.49 J/mol
Ea_2=70.843 kJ/mol
Ea3
ln k_4/k_3 = -Ea/R (1/T_4 - 1/T_3 )
-6.7429-(-6.2176)=-Ea/(8.314 J/mol K) (1/304.5- 1/311.5) K^-
-0.6025=-Ea/(8.314 J/mol) (0.074 ×〖10〗^(-3) )
-Ea_3=-(5.7383 J/mol)/(0.074 ×〖10〗^(-3) )
〖〖-Ea〗_3〗^ =59018.16 J/mol
Ea_3=59.018 kJ/mol
Untuk ln A secara teori
ln 1/T=lnA-Ea/R (1/T_2 - 1/T_1 )
ln k_3/k_4 =lnA-Ea/R (1/T_3 - 1/T_4 )
-6.2176—6.7429 =lnA-59018.16/(8.314 J/mol K) (1/311.5- 1/304.5) K^-
-0.5253 =lnA-5018.16/(8.314 J/mol) (–o.074 ×〖10〗^(-3) )
0.5253=lnA-4.3637/(8.314 J/mol)
-0.5253=lnA-0.5352
A= 1.6909/(-0.5352)
A= 3.2190
Untuk Ea dan ln A secara grafik
-Ea/R=tanθ
-Ea/R=(y_2-y_1)/(x_2-x_1 )
-Ea/R=(-7.6532 (-5.2678))/(0.003361-0.003072)
=(-2.3854)/(0.298×〖10〗^(-3) )
= -8004.69
- Ea=tanθ ×R
- Ea=-8004.69 × 8.314 J/mol
-Ea=-66551.06 J/mol
PEMBAHASAN
Percobaan yang dilakukan ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara laju reaksi dengan temperatur, oleh karena itu temperatur sistem yang digunakan pada percobaan tersebut dibuat bervariasi. Langkah pertama yang dilakukan adalah menyiapkan campuran sistem yang akan digunakan pada sistem I dan sistem II. Pada tabung 1 yang merupakan sistem I berisi (NH4)2S2O8 dan H2O. Sedangkan tabung 2 yaitu sistem I berisi larutan kanji, larutan KI, dan (NH4)2S2O3.
Adapun larutan kanji yang digunakan dibuat saat aka digunakan agar larutan tersebut dalam keadaan baik/tidak rusak pada saat digunakan karena larutan kanji sangat mudah rusak bila disimpan lama. Larutan kanji berfungsi sebagai indikator yang akan menunjukkan perubahan warna larutan menjadi biru ketika larutan telah bereaksi. Larutan (NH4)2S2O8 berfungsi sebagai pengoksidasi ion iodida menjadi I2. H2O berfungsi untuk mengencerkan larutan (NH4)2S2O8.
Percobaan pertama dilakukan pada suhu 60oC. Pada suhu tersebut, kedua tabung dimasukkan kke dalam penangas, setelah suhu di dalam tabung sama dengan suhu penangas, kedua tabung tersebut diangkat dan dengan cepat mencampurkan isi tabung ari tabung 1 ke 2 kemudian dituang kembali ke tabung 1, langkah ini harus dilakukan dengan cepat agar pada saat pencampuran suhunya tidak turun secara drastis. Pencampuran larutan dilakukan dari tabung 1 ke tabung 2 agar pembentukan kompleks warna biru dapat terjadi perlahan-lahan sehingga waktunya dapat diukur, sedangkan jika dilakukan sebaliknya, warna biru dapat terjadi secara menyeluruh. Pada saat warna biru mulai tampak di dalam tabung, suhu campuran dan waktu yang dibutuhkan hingga menjadi biru secara keseluruhan diukur. Hal ini dilakukan untuk membandingkan waktu dan suhu yang digunakan untuk bereaksi sistem yang sama pada suhu yang berbeda. Pada percobaan ini dilakukan pengukuran pada suhu 60oC, 50oC, 40oC, 30oC, dan 20oC. Semakin tinggi suhu maka semakin cepat proses laju reaksi dikarenakan adanya tumbukan-tumbukan antar molekul.
Dari analisis data diperoleh Ea untuk sistem I yaitu Ea = + 24.0255 kJ/mol. Sedangkan Ea grafik yakni + 83.14kJ/mol. Untuk sistem 2 yaitu 3.2190 kJ/mol pada grafik 66.551 kJ/mol. Dari kedua perhitungan tersebut terlihat bahwa nilai Ea pada perhitungan (teori) jauh lebih kecil dibandingkan Ea pada grafik. Hal ini terjadi karena adanya penggunaan rumus yang berbeda dalam penentuannya. Namun kedua rumus tersebut masing-masing dapat menjelaskan besar energi aktivasi suatu sistem.
Adapun reaksi yang terjadi untuk sistem I dan II:
Pada tabung 1:
2 S2O82- + 2 H2O 4 SO42- + O2 + 4 H+
Pada tabung 2:
I3- + 2 S2O32- 3I- + S4O62-
S2O32- + I3- 3I-
2 S2O3I- + I- S4O62- + I3-
S2O3I- + S2O3- S4O62- + I-
PENUTUP
Simpulan
Semakin tinggi suhu maka laju reaksi akan semakin cepat dan demikian sebaliknya.
Nilai Ea yang diperoleh untuk sistem I yakni Ea untuk sistem I yaitu Ea1 = + 24.0255 kJ/mol. Sedangkan Ea grafik yakni + 83.14kJ/mol. Untuk system 2 yaitu 3.2190 kJ/mol pada grafik 66.551 kJ/mol.
Saran
Diharapkan agar praktikan lebih teliti dan hati-hati dalam melakukan percobaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2010. Energi Aktivasi. Oonline (http://www.wikipedia.org). Diakses pada tanggal 10 oktober 2011
Atkins. 1997. Kimia Fisika II Edisi Ke Empat. Jakarta: Erlangga
Dogra. 2008. Kimia Fisik dan Soal-Soal. Jakarta: UIT Press
Jim Clark. 2004. Tetapan Laju dan Persamaan Arrhenius. Online (http://www.chem-is-try.org). Diakses pada tanggal 12 0ktober 2011
Kenneth, Denbigh. 1980. Prinsip-Prinsip Kesetimbangan Kimia. Jakarta: Erlangga
Suparni. 2010. Fakktor-Faktor yang Mempengaruhi Laju Reaksi. Online (http://www.chem-is-try.org). Diakses pada tanggal 12 oktober 2011
Tim Dosen Kimia Fisika II. Pennuntun Praktikum Kimia Fisika II. Makassar: Laboratorium Kimia FMIPA UNM
Tim Penyusun Kimia. 1992. Stoikiometri. Bandung: Pakar Raya
Yateman Aryanto. 2008. Mekanisme Reaksi Anorganik. Yogyakarta: Jurusan Kimia UGM
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar